Kondisi masyarakat Muslim pada Zaman Keemasan
Menurut sejarah, pada zaman itu daulah Islamiyah meliputi daerah yang sangat luas dan berpenduduk berbagai bangsa. Perdagangan dengan negara-negara lain sekitarnya sangat intensif berkat kemampuan sains dan teknologi ummat Islam, yang memungkinkan para petani dan para pengrajin memproduksi barang-barang kebutuhan masyarakat, dan para pedagang menawarkan barang dagangannya di dalam maupun di luar negeri. Dalam suasana aman dan makmur ini, sebagian orang dapat menyisihkan waktu untuk belajar dan mengembangkan sains.
Sebagaimana diketahui, para ilmuwan muslim itu mengikuti metode empiris yang dikembangkan Ibn Hayyan (721-815) dan terdiri dari rangkaian observasi-pengukuran-penalaran, seperti apa yang diajarkan oleh Islam, dan kemudian dilengkapi oleh Ibn Haitham dengan hipotesis, verifikasi, dan eksperimen.
Diantara para pakar ilmuwan tersebut terdapat sederetan nama sebagai berikut: Al Kindi (800-873) yang menulis buku tentang optika geometris yang mempelajari jalan sinar; Al Farabi (870-950) yang memiliki pengetahuan banyak tentang nada-nada dan menulis buku tentang musik; Al Bairuni (975-1048) yang menemukan berat jenis berbagai batuan, serta mengetahui posisi suatu bintang dari berbagai lokasi di belahan bumi. Ia pulalah yang menduga bahwa bumi mengelilingi matahari, dan bahwa orbit planet-planet mungkin tidak hanya berbentuk lingkaran tetapi ada juga yang berbentuk elips; Ibn Sina (980-1037) yang profesi utamanya sebagai dokter menulis buku tentang ilmu bedah yang lima abad kemudian menjadi buku teks di perguruan tinggi di Eropa; Ibn Al Haitham (965-1040) yang meneliti tentang hukum-hukum pantulan dan pembiasan cahaya melalui snell serta menulis buku tentang hubungan antara kerapatan udara dengan ketinggian atmosfer. Ia pulalah yang membantah ajaran Aristoteles tentang penglihatan: bahwa bukan cahaya yang keluar dari mata, tetapi justru yang terpantul masuk ke dalam matalah yang membuat mata dapat melihat benda di sekitarnya. Masih banyak lagi nama-nama ilmuwan muslim yang tercatat dalam tinta emas sejarah kemajuan Islam di bidang sains dan teknologi.
Penguasaan sains dan teknologi yang diraih dengan cepat oleh ummat ini adalah berkat dorongan yang kuat oleh Al-Qur'an yang menempatkan para ilmuwan dalam kedudukan atau posisi yang terhormat; misalnya dalam ayat 28
"Sesungguhnya, di antara hamba-hamba Nya, yang takut (tunduk dan hormat) kepada Allah adalah para ulama (ilmuwan yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Nya)".
Juga dalam ayat 11
"Allah mengangkat mereka yang beriman di antara kamu dan mereka yang diberi ilmu, beberapa tingkat".
Kecuali itu, Rasulullah SAW pun memacu ummat Islam agar mereka mencari ilmu kapan saja sepanjang hidupnya di dunia:
"Carilah ilmu sejak masih di buaian (bayi) sampai masuk di liang kubur (meninggal)"
Enam abad lamanya sains berkembang dengan mutu tinggi di lingkungan ummat. Banyak sekali ide ilmuwan muslim diambil oleh ilmuwan Barat, orang-orang Eropa berdatangan ke universitas Islam yang diantaranya berada di
Proses Peralihan Sains dan Teknologi dari Islam ke Barat
Diantara orang-orang Barat yang giat belajar pada ilmuwan muslim terdapat nama-nama seperti Herman si pincang (1013-1054); biarawan Reichenan di Swiss yang menulis buku matematika; Adeland of Bath (1090-1150), seorang Inggris yang menyamar sebagai orang Islam dan mengikuti kuliah-kuliah di Cordoba (Qurtubah) menulis kompendium untuk sains ilmuwan Muslim; Gerando de Cremona (1114-1187) yang menyalin sekitar 90 karya ilmuwan Muslim ke dalam bahasa latin. Sehubungan dengan ini Prof. Fuat Sezgin dari universitas
Kemunduran Ummat di Bidang Sains
Dalam masa giat-giatnya Eropa-Non Muslim berusaha mengumpulkan dan mempelajari sains hasil karya ummat Islam itu, kegiatan Ummat Islam dalam sains justru mulai menurun, setelah melampaui puncaknya sekitar tahun 1150, sehingga akhirnya terhenti kira-kira dalam tahun 1400. dalam jangka waktu itu sains diabaikan dan tidak diacuhkan oleh ummat Islam.
Sebab lain yang mendorong kemunduran ummat Islam di bidang sains adalah adanya perebutan kekuasaan di istana penguasa. Seperti diketahui bahwa Al Kindi bekerja di istana Khilafah Ma'mun, Ar Razi di Istana Sultan Muhammad, Ibn Al Haitham konsultan Al Hakim, Ibn Rusyd pada Al Mansur, Ibn Sina sebagai dokter pribadi pada berbagai pangeran, dan sebagainya. Penguasa-penguasa yang kaya itu tidak hanya memberikan gaji yang besar saja, tetapi kehormatan pada ilmuwan-ilmuwan yang bersangkutan, serta perlindungan fisik dari kemungkinan serangan orang-orang fanatik yang beranggapan bahwa para cendekiawan itu telah menyeleweng jauh dari agama. Maka bilamana seorang penguasa terguling dari posisinya, para ilmuwan di sekitarnya pun melarikan diri, khususnya ketika Al Mutawakkil berhasil merebut kekuasaan, Al Kindi dan rekan-rekannya harus menyelamatkan hidup masing-masing karena mereka dikejar-kejar penguasa baru.
Dalam kondisi seperti diatas, kemampuan sains dan teknologi ummat Islam sebenarnya sangat rapuh. hal ini terbukti dalam sejarah ketika kekuasaan pemerintahan di Timur dihancurkan oleh tentara Mongol; perpustakaan dimusnahkan, observatorium astronomi diremukkan, penguasa, ilmuwan dan ulama dibantai. Semua orang memalingkan seluruh pandangannya ke arah lain, ajaran tasawuf mendapat pengikut besar dan mereka menjauhkan diri dari keduniaan, karena sains tidak berakar dalam masyarakat. Sains tidak dipahami oleh rakyat, kecuali dalam bentuk obat dan sistem irigasi. Dibandingkan dengan kehancuran Jerman pada akhir perang dunia ke-2; karena sains dan teknologi telah merakyat, bangsa Jerman cepat sekali bangkit kembali sebagai kekuatan dunia yang tidak dapat diabaikan.
Dengan pudarnya penguasaan ummat Islam atas sains dan teknologi, dibandingkan dengan menanjaknya kemampuan sains di Barat, lenyap pula kemampuan ummat Islam untuk bertahan, sehingga kecenderungan menurunnya peran ummat Islam di dunia tidak dapat dibendung. Sebaliknya bangsa Eropa, setelah belajar dari ummat Islam,
Dampak yang Harus Ditanggulangi
Ummat Islam harus segera menyiapkan pendidikan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang memadai. Hal ini berarti bahwa pendidikan sains dan teknologi harus digalakkan, dan dipacu dengan kemampuan berpikir kritis analitis serta penggunaan penalaran yang rasional (tidak sekuler).
Sekularisasi di Barat telah memisahkan sains dari agama, karena agama dianggap tidak relevan bagi pengembangan sains. Dalam sains Barat, alam semesta tidak diciptakan oleh Tuhan, tetapi muncul dengan sendirinya secara kebetulan karena adanya fluktuasi dalam energi vakum kari ketiadaan (exnihilo), sebab memang keberadaan Tuhan tidak pernah masuk dalam pembicaraan sains. Langkah tepat yang harus dilakukan ummat Islam adalah memagari sains yang sekular itu; yakni dengan membuat sains sebagai himpunan informasi yang rapat, namun terbuka secara matematis, dengan konsep keTuhanan berada di perbatasannya. Dengan demikian maka akidah Islamiyah tetap berada di luar himpunan, namun dapat dihampiri sebagai limit sedekat-dekatnya.
Sebagai contoh adalah, masalah penciptaan makhluk hidup di bumi, ummat Islam dapat memasukkan ajaran bahwa makhluk hidup tidak muncul dengan sendirinya, melainkan diciptakan oleh Yang Maha Hidup, yang mendorong terjadinya kehidupan di bumi dan evolusinya. hal ini dapat dirujuk pada ayat 68
"dan Tuhanmu menciptakan apa saja yang diinginkan Nya serta memilih; tiada bagi mereka suatu pilihan"
Memang ajaran-ajaran tersebut tidak termasuk dalam sains, apabila yang dimaksudkan disini adalah sains Barat yang sekular, namun bagi seorang Muslim, informasi yang berada di perbatasan sains itu akan dapat diterima sebagai limit karena ia membawa serta ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Al Qur'an.
Referensi:
1. Al Qur'an, Penerbit Departemen Agama Republik
2. Baiquni, A., Al Qur'an, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi, PT Dana Bhakti Prima
Yasa,
3. __________, Al Qur'an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, PT Dana Bhakti Prima
Yasa,
4. Mas'ud,
Pustaka Setia,
1 komentar:
(y)
Posting Komentar