Kamis, 08 Januari 2009

TATA SURYA DALAM PANDANGAN AL-QUR'AN

Tata surya (bahasa Inggris: solar system) terdiri dari sebuah bintang yang disebut matahari dan semua objek yang yang mengelilinginya. Objek-objek tersebut termasuk delapan buah planet yang sudah diketahui dengan orbit berbentuk elips, meteor, asteroid, komet, planet-planet kerdil/katai, dan satelit-satelit alami.

Tata surya dipercaya terbentuk semenjak 4,6 milyar tahun yang lalu dan merupakan hasil penggumpalan gas dan debu di angkasa yang membentuk matahari dan kemudian planet-planet yang mengelilinginya.

Tata surya terletak di tepi galaksi Bima Sakti dengan jarak sekitar 2,6 x 1017 km dari pusat galaksi, atau sekitar 25.000 hingga 28.000 tahun cahaya dari pusat galaksi. Tata surya mengelilingi pusat galaksi Bima Sakti dengan kecepatan 220 km/detik, dan dibutuhkan waktu 225–250 juta tahun untuk untuk sekali mengelilingi pusat galaksi. Dengan umur tata surya yang sekitar 4,6 milyar tahun, berarti tata surya kita telah mengelilingi pusat galaksi sebanyak 20–25 kali dari semenjak terbentuk.

Tata surya dikekalkan oleh pengaruh gaya gravitasi matahari dan sistem yang setara tata surya, yang mempunyai garis pusat setahun kecepatan cahaya, ditandai adanya taburan komet yang disebut awan Oort. Selain itu juga terdapat awan Oort berbentuk piring di bagian dalam tata surya yang dikenali sebagai awan Oort dalam.

Disebabkan oleh orbit planet yang membujur, jarak dan kedudukan planet berbanding kedudukan matahari berubah mengikut kedudukan planet di orbit.


Sejarah penemuan

Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat dengan mata telanjang. Banyak bangsa di dunia ini memiliki nama sendiri untuk masing-masing planet.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengamatan pada lima abad lalu membawa manusia untuk memahami benda-benda langit terbebas dari selubung mitologi. Galileo Galilei (1564-1642) dengan teleskop refraktornya mampu menjadikan mata manusia "lebih tajam" dalam mengamati benda langit yang tidak bisa diamati melalui mata telanjang.

Karena teleskop Galileo bisa mengamati lebih tajam, ia bisa melihat berbagai perubahan bentuk penampakan Venus, seperti Venus Sabit atau Venus Purnama sebagai akibat perubahan posisi Venus terhadap Matahari. Penalaran Venus mengitari Matahari makin memperkuat teori heliosentris, yaitu bahwa matahari adalah pusat alam semesta, bukan Bumi, yang digagas oleh Nicolaus Copernicus (1473-1543) sebelumnya. Susunan heliosentris adalah Matahari dikelilingi oleh Merkurius hingga Saturnus.

Teleskop Galileo terus disempurnakan oleh ilmuwan lain seperti Christian Huygens (1629-1695) yang menemukan Titan, satelit Saturnus, yang berada hampir 2 kali jarak orbit Bumi-Yupiter.

Perkembangan teleskop juga diimbangi pula dengan perkembangan perhitungan gerak benda-benda langit dan hubungan satu dengan yang lain melalui Johannes Kepler (1571-1630) dengan Hukum Kepler. Dan puncaknya, Sir Isaac Newton (1642-1727) dengan hukum gravitasi. Dengan dua teori perhitungan inilah yang memungkinkan pencarian dan perhitungan benda-benda langit selanjutnya

Pada 1781, William Hechell (1738-1782) menemukan Uranus. Perhitungan cermat orbit Uranus menyimpulkan bahwa planet ini ada yang mengganggu. Neptunus ditemukan pada Agustus 1846. Penemuan Neptunus ternyata tidak cukup menjelaskan gangguan orbit Uranus. Pluto kemudian ditemukan pada 1930.

Pada saat Pluto ditemukan, ia hanya diketahui sebagai satu-satunya objek angkasa yang berada setelah Neptunus. Kemudian pada 1978, Charon, satelit yang mengelilingi Pluto ditemukan, sebelumnya sempat dikira sebagai planet yang sebenarnya karena ukurannya tidak berbeda jauh dengan Pluto.

Para astronom kemudian menemukan sekitar 1.000 objek kecil lain di belakang Neptunus (disebut objek trans-Neptunus) yang juga mengelilingi Matahari. Di sana mungkin ada sekitar 100.000 objek serupa yang dikenal sebagai objek Sabuk Kuiper (Sabuk Kuiper adalah bagian dari objek-objek trans-Neptunus). Belasan benda langit termasuk dalam Obyek Sabuk Kuiper di antaranya Quaoar (1.250 km pada Juni 2002), Huya (750 km pada Maret 2000), Sedna (1.800 km pada Maret 2004), Orcus, Vesta, Pallas, Hygiea, Varuna, dan 2003 EL61 (1.500 km pada Mei 2004).

Penemuan 2003 EL61 cukup menghebohkan karena Obyek Sabuk Kuiper ini diketahui juga memiliki satelit pada Januari 2005 meskipun berukuran lebih kecil dari Pluto. Dan puncaknya adalah penemuan UB 313 (2.700 km pada Oktober 2003) yang diberi nama oleh penemunya Xena. Selain lebih besar dari Pluto, obyek ini juga memiliki satelit.

Daftar jarak planet

Daftar planet dan jarak rata-rata planet dengan matahari dalam tata surya adalah seperti berikut:

57,9 juta kilometer

ke Merkurius

108,2 juta kilometer

ke Venus

149,6 juta kilometer

ke Bumi

227,9 juta kilometer

ke Mars

778,3 juta kilometer

ke Jupiter

1.427,0 juta kilometer

ke Saturnus

2.871,0 juta kilometer

ke Uranus

4.497,0 juta kilometer

ke Neptunus

Terdapat juga lingkaran asteroid yang kebanyakan mengelilingi matahari di antara orbit Mars dan Jupiter.

Karena rotasinya terhadap sumbu masing-masing, garis khatulistiwa menjadi lingkar terpanjang yang terdapat di setiap planet dan bintang.

Sejarah Awal Teori Pembentukan Tata Surya

Sebuah teori lahir dari keingintahuan akan suatu kejadian atau keadaan. Tidak mudah untuk mempercayai sebuah teori baru, apalagi jika teori tersebut lahir ditengah kondisi masyarakat yang memiliki kepercayaan yang berbeda. Tapi itulah kenyataan yang harus dihadapi oleh para ilmuwan di awal-awal penemuan mereka.

Hal utama yang dihadapi untuk mengerti lebih jauh lagi tentang Tata Surya adalah bagaimana Tata Surya itu terbentuk, bagaimana objek-objek didalamnya bergerak dan berinteraksi serta gaya yang bekerja mengatur semua gerakan tersebut. Jauh sebelum Masehi, berbagai penelitian, pengamatan dan perhitungan telah dilakukan untuk mengetahui semua rahasia dibalik Tata Surya.

Pengamatan pertama kali dilakukan oleh bangsa China dan Asia Tengah, khususnya dalam pengaruhnya pada navigasi dan pertanian. Dari para pengamat Yunani ditemukan bahwa selain objek-objek yang terlihat tetap di langit, tampak juga objek-objek yang mengembara dan dinamakan planet. Orang-orang Yunani saat itu menyadari bahwa Matahari, Bumi, dan Planet merupakan bagian dari sistem yang berbeda. Awalnya mereka memperkirakan Bumi dan Matahari berbentuk pipih tapi Phytagoras (572-492 BC) menyatakan semua benda langit berbentuk bola (bundar).Sampai dengan tahun 1960, perkembangan teori pembentukan Tata Surya bisa dibagi dalam dua kelompok besar yakni masa sebelum Newton dan masa sesudah Newton.

Ptolemy dan Teori Geosentrik

Ptolemy (c 150AD) menyatakan bahwa semua objek bergerak relatif terhadap bumi. Dan teori ini dipercaya selama hampir 1400 tahun. Tapi teori geosentrik mempunyai kelemahan, yaitu Matahari dan Bulan bergerak dalam jejak lingkaran mengitari Bumi, sementara planet bergerak tidak teratur dalam serangkaian simpul ke arah timur. Untuk mengatasi masalah ini, Ptolemy mengajukan dua komponen gerak. Yang pertama, gerak dalam orbit lingkaran yang seragam dengan periode satu tahun pada titik yang disebut deferent. Gerak yang kedua disebut epycycle, gerak seragam dalam lintasan lingkaran dan berpusat pada deferent.

Teori heliosentrik dan gereja

Nicolaus Copernicus (1473-1543) merupakan orang pertama yang secara terang-terangan menyatakan bahwa Matahari merupakan pusat sistem Tata Surya, dan Bumi bergerak mengeliinginya dalam orbit lingkaran. Untuk masalah orbit, data yang didapat Copernicus memperlihatkan adanya indikasi penyimpangan kecepatan sudut orbit planet-planet. Namun ia mempertahankan bentuk orbit lingkaran dengan menyatakan bahwa orbitnya tidak kosentrik. Teori heliosentrik disampaikan Copernicus dalam publikasinya yang berjudul De Revolutionibus Orbium Coelestium kepada Paus Pope III dan diterima oleh gereja.

Al Qur’an berpendapat sama dengan teori heliosentrik sebagaimana firman Allah dalam surat Yasin: 38-40


Artinya: 38). dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. 39). dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua[1267]. 40). tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya.

[1267] Maksudnya: bulan-bulan itu pada Awal bulan, kecil berbentuk sabit, kemudian sesudah menempati manzilah-manzilah, Dia menjadi purnama, kemudian pada manzilah terakhir kelihatan seperti tandan kering yang melengkung.

Tapi di kemudian hari setelah kematian Copernicus pandangan gereja berubah ketika pada akhir abad ke-16 filsuf Italy, Giordano Bruno, menyatakan semua bintang mirip dengan Matahari dan masing-masing memiliki sistem planetnya yang dihuni oleh jenis manusia yang berbeda. Pandangan inilah yang menyebabkan ia dibakar dan teori Heliosentrik dianggap berbahaya karena bertentangan dengan pandangan gereja yang menganggap manusialah yang menjadi sentral di alam semesta.

Lahirnya Hukum Kepler

Walaupun Copernicus telah menerbitkan tulisannya tentang Teori Heliosentrik, tidak semua orang setuju dengannya. Salah satunya, Tycho Brahe (1546-1601) dari Denmark yang mendukung teori matahari dan bulan mengelilingi bumi sementara planet lainnya mengelilingi matahari. Tahun 1576, Brahe membangun sebuah observatorium di pulau Hven, di laut Baltic dan melakukan penelitian disana sampai kemudian ia pindah ke Prague pada tahun 1596.

Di Prague, Brahe menghabiskan sisa hidupnya menyelesaikan tabel gerak planet dengan bantuan asistennya Johannes Kepler (1571-1630). Setelah kematian Brahe, Kepler menelaah data yang ditinggalkan Brahe dan menemukan bahwa orbit planet tidak sirkular melainkan elliptik.

Kepler kemudian mengeluarkan tiga hukum gerak orbit yang dikenal sampai saat ini yaitu;

  1. Planet bergerak dalam orbit ellips mengelilingi matahari sebagai pusat sistem.
  2. Radius vektor menyapu luas yang sama dalam interval waktu yang sama.
  3. Kuadrat kala edar planet mengelilingi matahari sebanding dengan pangkat tiga jarak rata-rata dari matahari.

Kepler menuliskan pekerjaannya dalam sejumlah buku, diantaranya adalah Epitome of The Copernican Astronomy dan segera menjadi bagian dari daftar Index Librorum Prohibitorum yang merupakan buku terlarang bagi umat Katolik. Dalam daftar ini juga terdapat publikasi Copernicus, De Revolutionibus Orbium Coelestium.

Awal mula dipakainya teleskop

Pada tahun 1608, teleskop dibuat oleh Galileo Galilei (1562-1642), .Galileo merupakan seorang professor matematika di Pisa yang tertarik dengan mekanika khususnya tentang gerak planet. Ia salah satu yang tertarik dengan publikasi Kepler dan yakin tentang teori heliosentrik. Dengan teleskopnya, Galileo berhasil menemukan satelit-satelit Galilean di Jupiter dan menjadi orang pertama yang melihat keberadaan cincin di Saturnus.

Salah satu pengamatan penting yang meyakinkannya mengenai teori heliosentrik adalah masalah fasa Venus. Berdasarkan teori geosentrik, Ptolemy menyatakan venus berada dekat dengan titik diantara matahari dan bumi sehingga pengamat dari bumi hanya bisa melihat venus saat mengalami fasa sabit. Tapi berdasarkan teori heliosentrik dan didukung pengamatan Galileo, semua fasa Venus bisa terlihat bahkan ditemukan juga sudut piringan venus lebih besar saat fasa sabit dibanding saat purnama. Publikasi Galileo yang memuat pemikirannya tentang teori geosentrik vs heliosentrik, Dialogue of The Two Chief World System, menyebabkan dirinya dijadikan tahanan rumah dan dianggap sebagai penentang oleh gereja.

c. Rangkuman

1. Gagasan yang umum di abad 19 adalah bahwa alam semesta merupakan kumpulan materi berukuran tak hingga yang telah ada sejak dulu kala dan akan terus ada selamanya.

2. Teori Big Bang menunjukkan bahwa semua benda di alam semesta pada awalnya adalah satu wujud, dan kemudian terpisah-pisah. Ini diartikan bahwa keseluruhan materi diciptakan melalui Big Bang atau ledakan raksasa dari satu titik tunggal, dan membentuk alam semesta kini dengan cara pemisahan satu dari yang lain.

3. Tata surya merupakan bagian dari alam semesta. Merupakan system dengan matahari sebagai pusatnya dan dikelilingi oleh planet-planet.

4. Teori terbentuknya tata surya merupakan bagian dari terbentuknya alam semesta.

ALAM SEMESTA DALAM TINJAUAN AL-QUR'AN

Proses Terbentuknya Alam Semesta

GAGASAN KUNO ABAD 19: ALAM SEMESTA KEKAL

Gagasan yang umum di abad 19 adalah bahwa alam semesta merupakan kumpulan materi berukuran tak hingga yang telah ada sejak dulu kala dan akan terus ada selamanya. Selain meletakkan dasar berpijak bagi paham materialis, pandangan ini menolak keberadaan sang Pencipta dan menyatakan bahwa alam semesta tidak berawal dan tidak berakhir.

Materialisme adalah sistem pemikiran yang meyakini materi sebagai satu-satunya keberadaan yang mutlak dan menolak keberadaan apapun selain materi. Berakar pada kebudayaan Yunani Kuno, dan mendapat penerimaan yang meluas di abad 19, sistem berpikir ini menjadi terkenal dalam bentuk paham Materialisme dialektika Karl Marx.

Filosof materialis George Politzer berpendapat bahwa alam semesta tidak diciptakan dari ketiadaan, ia berpijak pada model alam semesta statis abad 19.

ASTRONOMI MENGATAKAN: ALAM SEMESTA DICIPTAKAN

Pada tahun 1929, di observatorium Mount Wilson California, ahli astronomi Amerika, Edwin Hubble membuat salah satu penemuan terbesar di sepanjang sejarah astronomi. Ketika mengamati bintang-bintang dengan teleskop raksasa, ia menemukan bahwa mereka memancarkan cahaya merah sesuai dengan jaraknya.

Hal ini berarti bahwa bintang-bintang ini "bergerak menjauhi" kita. Sebab, menurut hukum fisika yang diketahui, spektrum dari sumber cahaya yang sedang bergerak mendekati pengamat cenderung ke warna ungu, sedangkan yang menjauhi pengamat cenderung ke warna merah.

Jauh sebelumnya, Hubble telah membuat penemuan penting lain. Bintang dan galaksi bergerak tak hanya menjauhi kita, tapi juga menjauhi satu sama lain. Satu-satunya yang dapat disimpulkan dari suatu alam semesta di mana segala sesuatunya bergerak menjauhi satu sama lain adalah bahwa ia terus-menerus "mengembang".

Sebenarnya, fakta ini secara teoritis telah ditemukan lebih awal. Albert Einstein, yang diakui sebagai ilmuwan terbesar abad 20, berdasarkan perhitungan yang ia buat dalam fisika teori, telah menyimpulkan bahwa alam semesta tidak mungkin statis. Tetapi, ia mendiamkan penemuannya ini, hanya agar tidak bertentangan dengan model alam semesta statis yang diakui luas waktu itu. Di kemudian hari, Einstein menyadari tindakannya ini sebagai 'kesalahan terbesar dalam karirnya'.

Apa arti dari mengembangnya alam semesta? Mengembangnya alam semesta berarti bahwa jika alam semesta dapat bergerak mundur ke masa lampau, maka ia akan terbukti berasal dari satu titik tunggal. Perhitungan menunjukkan bahwa 'titik tunggal' ini yang berisi semua materi alam semesta haruslah memiliki 'volume nol', dan 'kepadatan tak hingga'. Alam semesta telah terbentuk melalui ledakan titik tunggal bervolume nol ini.

Ledakan raksasa yang menandai permulaan alam semesta ini dinamakan 'Big Bang', dan teorinya dikenal dengan nama tersebut. Perlu dikemukakan bahwa 'volume nol' merupakan pernyataan teoritis yang digunakan untuk memudahkan pemahaman.

Ilmu pengetahuan dapat mendefinisikan konsep 'ketiadaan', yang berada di luar batas pemahaman manusia, hanya dengan menyatakannya sebagai 'titik bervolume nol'. Sebenarnya, 'sebuah titik tak bervolume' berarti 'ketiadaan'.

Demikianlah alam semesta muncul menjadi ada dari ketiadaan. Dengan kata lain, ia telah diciptakan. Fakta bahwa alam ini diciptakan, yang baru ditemukan fisika modern pada abad 20, telah dinyatakan dalam Alqur'an 14 abad lampau: "Dia Pencipta langit dan bumi" (QS. Al-An'aam, 6: 101)

Teori Big Bang menunjukkan bahwa semua benda di alam semesta pada awalnya adalah satu wujud, dan kemudian terpisah-pisah. Ini diartikan bahwa keseluruhan materi diciptakan melalui Big Bang atau ledakan raksasa dari satu titik tunggal, dan membentuk alam semesta kini dengan cara pemisahan satu dari yang lain.



Pada tahun 1948, Gerge Gamov muncul dengan gagasan lain tentang Big Bang. Ia mengatakan bahwa setelah pembentukan alam semesta melalui ledakan raksasa, sisa radiasi yang ditinggalkan oleh ledakan ini haruslah ada di alam. Selain itu, radiasi ini haruslah tersebar merata di segenap penjuru alam semesta. Bukti yang 'seharusnya ada' ini pada akhirnya diketemukan.


Pada tahun 1965, dua peneliti bernama Arno Penziaz dan Robert Wilson menemukan gelombang ini tanpa sengaja. Radiasi ini, yang disebut 'radiasi latar kosmis', tidak terlihat memancar dari satu sumber tertentu, akan tetapi meliputi keseluruhan ruang angkasa.

Demikianlah, diketahui bahwa radiasi ini adalah sisa radiasi peninggalan dari tahapan awal peristiwa Big Bang. Penzias dan Wilson dianugerahi hadiah Nobel untuk penemuan mereka.

Pada tahun 1989, NASA mengirimkan satelit Cosmic Background Explorer. COBE ke ruang angkasa untuk melakukan penelitian tentang radiasi latar kosmis. Hanya perlu 8 menit bagi COBE untuk membuktikan perhitungan Penziaz dan Wilson. COBE telah menemukan sisa ledakan raksasa yang telah terjadi di awal pembentukan alam semesta. Dinyatakan sebagai penemuan astronomi terbesar sepanjang masa, penemuan ini dengan jelas membuktikan teori Big Bang.

Bukti penting lain bagi Big Bang adalah jumlah hidrogen dan helium di ruang angkasa. Dalam berbagai penelitian, diketahui bahwa konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta bersesuaian dengan perhitungan teoritis konsentrasi hidrogen-helium sisa peninggalan peristiwa Big Bang. Jika alam semesta tak memiliki permulaan dan jika ia telah ada sejak dulu kala, maka unsur hidrogen ini seharusnya telah habis sama sekali dan berubah menjadi helium.

Segala bukti meyakinkan ini menyebabkan teori Big Bang diterima oleh masyarakat ilmiah. Model Big Bang adalah titik terakhir yang dicapai ilmu pengetahuan tentang asal muasal alam semesta. Begitulah, alam semesta ini telah diciptakan oleh Allah Yang Maha Perkasa dengan sempurna tanpa cacat:


Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang. (QS. Al-Mulk, 67:3).


Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?" (Al Qur'an, 21:30)

Kata "ratq" yang di sini diterjemahkan sebagai "suatu yang padu" digunakan untuk merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk suatu kesatuan. Ungkapan "Kami pisahkan antara keduanya" adalah terjemahan kata Arab "fataqa", dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalui peristiwa pemisahan atau pemecahan struktur dari "ratq".

Perkecambahan biji dan munculnya tunas dari dalam tanah adalah salah satu peristiwa yang diungkapkan dengan menggunakan kata ini. Menariknya, ketika mengingat kembali tahap-tahap awal peristiwa Big Bang, kita pahami bahwa satu titik tunggal berisi seluruh materi di alam semesta. Dengan kata lain, segala sesuatu, termasuk "langit dan bumi" yang saat itu belumlah diciptakan, juga terkandung dalam titik tunggal yang masih berada pada keadaan "ratq" ini. Titik tunggal ini meledak sangat dahsyat, sehingga menyebabkan materi-materi yang dikandungnya untuk "fataqa" (terpisah), dan dalam rangkaian peristiwa tersebut, bangunan dan tatanan keseluruhan alam semesta terbentuk.

Ketika kita bandingkan penjelasan ayat tersebut dengan berbagai penemuan ilmiah, akan kita pahami bahwa keduanya benar-benar bersesuaian satu sama lain. Yang sungguh menarik lagi, penemuan-penemuan ini belumlah terjadi sebelum abad ke-20.

EKSISTENSI ZAKAT, INFAQ, DAN SHODAQOH DALAM PEREKONOMIAN UMMAT

Pendahuluan

Tidak bisa dipungkiri bahwa ummat Islam saat ini tengah mengalami kemunduran di berbagai bidang. Kemunduran ini antara lain disebabkan oleh kerusakan di bidang aqidah dan akhlaq ummatnya sendiri. Tentu saja hal ini selain merupakan kesalahan ummat Islam sendiri, juga karena strategi global musuh-musuh Islam terhadap ummat Islam di dunia. Selain itu kemunduran ini juga disebabkan oleh kurang kuatnya perekonomian ummat Islam. Padahal, dalam sumber daya manusia, Islam memegang jumlah terbesar, terutama Indonesia.

Menurut Nuryufa dalam Ishlah (1995), besarnya jumlah penduduk muslim tidak berarti apa-apa tanpa dibarengi dengan kesadaran akan kewajibannya untuk ikut menegakkan perekonomian ummat Islam baik melalui zakat, infaq, maupun shodaqoh. Padahal zakat merupakan soko guru dalam mu’amalat, baik secara nafsiyah (spiritual) maupun secara nadiyah (material), karena zakat berperan sangat mendasar dan bersifat permanen dalam menjawab masalah kemiskinan. Sebab itulah zakat, infaq, dan shodaqoh seringkali dipandang sebagai solusi yang paling penting bagi pengentasan kemiskinan, sehingga perlu kesadaran yang menyeluruh dari ummat Islam akan arti penting zakat, infaq, maupun shodaqoh bagi tegaknya perekonomian ummat. Dengan demikian ummat Islam akan mampu menjadi subyek dalam perekonomiannya sendiri.

Arti Penting Zakat, Infaq, dan Shodaqoh

Sesungguhnya apabila ditarik benang merah dari seluruh persoalan ekonomi ummat Islam adalah bagaimana agar kekayaan bumi ini dapat dikelola dan terdistribusi dengan adil, pada seluruh ummat, sehingga tidak ada persaingan yang tidak sehat serta egoisme yang berlebihan yang akan semakin memperlebar jurang pemisah antara si kaya dengan si miskin. Atau dengan kata lain yang harus dilakukan adalah upaya pendistribusian kekayaan dengan menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial.

Zakat, infaq, dan shodaqoh sebagai landasan ekonomi Islam, soko guru muamalat, serta tiang ekonomi ummat mempunyai kedudukan yang istimewa di dalam Islam, karena bukan semata-mata ibadah (ibadah mahdhah seperti sholat dan puasa) melainkan ia sebagai ibadah yang berkaiatan erat dengan ekonomi, keuangan, dan kemasyarakatan. Disamping itu menurut Mubiyarto (1982), zakat, infaq, dan shodaqoh mengandung hikmah yang bersifat rohaniah dan filosofis. Hikmah tersebut digambarkan dalam berbagai ayat Al Qur’an serta hadits, diantaranya sebagai berikut:

1. Menumbuhsuburkan harta dan pahala serta mampu membersihkan diri dari sifat-sifat kikir dan loba.

2. Melindungi masyarakat dari kemiskinan dan kemelaratan sosial.

3. Mewujudkan rasa solidaritas dan kasih sayang diantara sesama manusia.

4. Merupakan manifestasi kegotongroyongan dan tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa.

5. Mengurangi kefakirmiskinan yang merupakan masalah sosial.

6. Membina dan mengembangkan stabilitas sosial.

7. Merupakan salah satu jalan dalam mewujudkan keadilan sosial.

Menurut Bunasor dalam Al Muslimun (1994), fungsi zakat, infaq, dan shodaqoh dalam Islam ada tiga, yaitu:

1. Spiritual; zakat, infaq, dan shodaqoh adalah kewajiban manusia sebagai konsekuensi ikatannya dengan Allah.

2. Ekonomi; zakat, infaq, dan shodaqoh menghajatkan adanya distribusi pendapatan.

3. Sosial; zakat, infaq, dan shodaqoh dimanfaatkan untuk menolong (solidaritas) sesama ummat manusia.

Disinilah letak keunggulan sistem Islam, karena dalam Islam selain mendorong ummatnya untuk mencari penghasilan setinggi-tingginya (pertumbuhan ekonomi), Islam juga mendorong dan memberikan sistem distribusi kekayaan yang adil sebagaimana zakat, infaq, dan shodaqoh. Dalam hal ini Islam mengobati kemiskinan langsung ke akar permasalahannya, yaitu mengobati keserakahan manusia. Islam memandang bahwa sesungguhnya yang perlu dientaskan terlebih dahulu adalah orang-orang kaya (muzakki), sebab dengan zakat, infaq, dan shodaqoh yang mereka salurkan, maka mereka mengentaskan kemiskinan yang terdapat di dalam diri mereka sendiri, seperti sifat tamak, serakah, dan kikir. Jadi Islam membersihkan mereka dari kemiskinan yang sifatnya ruhiyah, setelah itu dampaknya dapat menyebar ke obyek zakat, infaq, dan shodaqoh.

Sebab-sebab Kurangnya Kesadaran Ummat Islam untuk Zakat, Infaq, dan Shodaqoh, serta Solusinya.

Tingkat kesejahteraan perekonomian ummat Islam akan membaik berbanding lurus dengan tingkat kesadaran ummat untuk menunaikan kewajibannya. Menurut Sulaiman dalam Al Muslimun (1994), ada beberapa sumber dana selain zakat, infaq, dan shodaqoh yang dapat memperbaiki kondisi ekonomi ummat Islam yang sekarang masih lemah ini, yaitu antara lain: pajak, harta yang datang secara tiba-tiba, seperti rampasan perang (ghanimah), barang penemuan yang tidak dikenal siapa pemiliknya, harta pusaka yang tidak ada pewarisnya, dan tanah mati yang bisa dihidupkan kembali.

Merupakan kewajiban ummat Islam untuk ikut perduli dan peka terhadap kondisi ummat di sekitarnya, karena pada dasarnya ummat Islam adalah satu tubuh, sehingga apabila ada bagian tubuh yang merasa sakit, maka pasti seluruh bagian tubuh tersebut akan ikut merasakannya.

Dari beberapa sumber yang terkumpul, ada beberapa sebab yang mengakibatkan kurangnya kesadaran ummat Islam untuk berzakat, berinfaq, maupun bershodaqoh, yaitu antara lain:

1. Merosotnya aqidah dan akhlaq ummat Islam. Ini mengakibatkan ummat Islam enggan mengenal ajaran Islam, sehingga mereka tidak mengetahui kewajiban- kewajibannya sebagai makhluq yang diciptakan Allah untuk menjadi kholifah di bumi. Masing-masing lebih mementingkan kebutuhan hidup pribadinya, tanpa mau perduli dengan nasib orang-orang di sekitarnya, apakah mereka kekurangan, atau bahkan kelaparan. Yang penting adalah dia sendiri hidup bahagia, tenang, tentram, dan tidak kekurangan apa-apa. Penyakit merosotnya aqidah dan akhlaq ini melahirkan sikap egoisme yang akut. Inilah sumber utama rusaknya ukhuwah dan kesetiakawanan sosial yang menjadi sebab semakin lebarnya kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin.

Menurut Saktiawan dalam Al Muslimun (1995), solusi yang bisa dilakukan terhadap masalah ini adalah dengan da’wah dan tarbiyah Islamiyah, agar masing-masing individu manusia bersih aqidah dan akhlaqnya serta kembali kepada fitrah yang diridhai Allah SWT, terutama bagi manusia yang memperoleh kekuasaan dan kesempatan. Pembinaan ke-Islaman yang intensif untuk memperbaiki aqidah dan akhlaq akan menciptakan suatu masyarakat yang utuh bersatu, tolong menolong, sehingga kesenjangan sosial yang saat ini kian menganga tidak akan tercipta lagi. Pembinaan ke-Islaman yang dilakukan secara intensif akan mengobati penyakit manusia langsung ke akarnya.

2. Adanya anggapan bahwa zakat identik dengan pajak, sehingga kalau sudah membayar pajak, tidak perlu lagi berzakat. Menurut Al Jufri dalam Ishlah (1995), hal ini benar disebabkan

a) Dasar adanya zakat merupakan manifestasi dari ketaatan kepada perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW, sedangkan dasar membayar pajak adalah ketaatan negara kepada ulil amri.

b) Zakat telah ditentukan kadarnya dalam Al Qur’an dan hadits, sedangkan pajak ditentukan oleh hukum dari masing-masing negara.

c) Zakat hanya dikeluarkan oleh kaum muslimin, sedang pajak dikeluarkan oleh setiap warga negara tanpa memandang agama dan keyakinannya.

d) Zakat berlaku bagi setiap muslim yang telah mencapai nishab tanpa memandang di negara mana dia tinggal, sedangkan pajak hanya berlaku pada batas garis teritorial suatu negara.

e) Zakat adalah suatu ibadah yang wajib didahului oleh niat, sedangkan pajak tidak demikian.

Sesungguhnya masih banyak lagi hal-hal yang membedakan antara zakat dengan pajak, yang pada umumnya masyarakat belum memahami secara benar mengenai jenis, perhitungan, maupun penyaluran dari zakat.

3. Syariat zakat termasuk kewajiban yang belum dilaksanakan secara baik pada tingkat komunitas ummat. Dijelaskan oleh Hidayat dalam Ishlah (1995), bahwa kelemahan dan kesalahan tersebut masih bertahan pada beberapa sisi. Misalnya, kewajiban zakat yang seharusnya dilaksanakan dengan otoritas sosial, topangan politis, dan yuridis, kenyataannya masih diserahkan kepada sukarelawan ummat. Yang ada baru perangkat untuk menampung zakat, belum untuk menarik zakat, sehingga cukup banyak orang-orang kaya yang lebih condong memberikan sumbangan sukarela dalam jumlah yang besar sehingga disebut dermawan, dari pada mengeluarkan harta itu sebagai zakat. Tentu saja ada juga dari para orang kaya yang telah sadar berzakat, tetapi sistem pengolahannya belum optimal. Oleh karena itulah banyak asset kekayaan kaum muslimin yang berada di tangan orang-orang kaya yang berkuasa dan memiliki kesempatan yang masih belum dibersihkan dengan zakat. Kondisi ini secara langsung mendukung terjadinya krisis ekonomi, sosial, moral, bahkan ekologi. Sebab Rasulullah SAW sendiri telah memperingatkan kaum muslimin, “Selama zakat masih bercampur dengan kekayaan, hanya akan berakibat kerusakan di dalam kekayaan itu sendiri” (HR. Imam Ahmad, An Nasai, dan Abu Daud). Bahkan masalah zakat itu bukan hanya masalah pengelolaan, tetapi lebih dari itu, persoalan zakat menyangkut masalah aqidah dan moral, sehingga Al Qur’an menegaskan bahwa belum tersosialisasinya zakat dengan baik merupakan salah satu fenomena kemusyikan (Fushilat: 7).

4. Beberapa tahun terakhir, berkembang di kalangan ummat adanya organisasi pengelola dana zakat (BAZIS). Akan tetapi amat disayangkan bahwa penyampaian sumber daya ummat tersebut masih sangat kariatif (kurang mencapai sasaran yang diinginkan). Menurut Munir dalam Hidayatullah (1996), banyak konsepsi yang berkembang bergerak dalam kerangka belas kasihan dan memberikan sesuatu yang bersifat sesaat, misalnya memberikan langsung kepada kelompok miskin dalam bentuk uang atau benda-benda konsumsi. Dalam konteks ekonomi, pola seperti itu hanya memperbesar pola konsumsi tanpa mengubah hakekat kemiskinan yang sedang terjadi. Dua sumber daya ummat terbesar yaitu dana dan manusia, amat sayang bila terarah dalam pekerjaan yang justru tidak mengarah pada pokok masalah. Yang perlu dilakukan pada dua sumber daya besar tersebut adalah penyatuan dan kerjasama yang kompak agar masyarakat miskin tidak hanya mendapatkan dana saja yang akan habis dalam sekejap, namun juga mendapatkan bekal bagaimana mengolah dana tersebut sebagai modal untuk mengembangkannya menjadi sesuatu yang bisa bertahan dalam waktu yang lama.

5. Penyimpangan dalam kepengurusan dan pengelolaan zakat. Menurut Sabiq (1990), yang dinamakan amil zakat ialah orang yang diberi tugas menggantikan imam atau wakilnya untuk mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya. Termasuk dalam tugas mereka pula memeliharanya. Bila yang dizakatkan itu binatang ternak, maka dia bertugas menggembalakannya. Selanjutnya adalah mencatatnya bagi keperluan kedinasannya. Jadi, hendaklah upah amil zakat itu sebanding dengan kebutuhan pokoknya. Nabi SAW bersabda yang artinya:

Siapa yang diberi tugas oleh kami untuk mengurus suatu pekerjaan dan dia tidak punya tempat tinggal, maka dia mendapatkan rumah, apabila dia belum beristri, maka hendaklah dia beristri, apabila belum punya pelayan rumah, maka hendaklah dia mempunyai pelayan rumah, apabila belum punya kendaraan, maka hendaklah dia punya kendaraan dinas (hewan tunggangan). Siapa yang mendapat lebih dari itu, maka dia berbuat pengkhianatan (curang) (Riwayat Ahmad, Abu Daud, dan sanadnya sholih).

Semua itu hanyalah untuk memperlancar jalannya tugas amil, dan bukan memewahkannya, agar amil sebagai petugas negara mampu bertugas seoptimal mungkin, tidak tersita pikirannya untuk memikirkan keperluan hidup yang harus dia sediakan bagi keluarganya.

Pada saat ini, banyak sekali penyimpangan dari profesi sebagai amil zakat, antara lain:

a) Amil bukanlah orang yang ditunjuk oleh hakim atau imam, melainkan bersifat sukarela, sehingga rasa tanggung jawab terhadap tugasnya tidak sama dengan amil yang benar-benar ditunjuk oleh imam sebagaimana di zaman Rasulullah dan para sahabat.

b) Amil tidak mendapat gaji tetap dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, adapun imbalannya hanya berupa haknya untuk mendapat bagian dari zakat yang terkumpul.

c) Selain bertugas untuk mengurusi zakat, amil juga memiliki profesi yang lain, dan biasanya justru profesi sebagai amil merupakan profesi sampingan. Ini adalah akibat dari poin (b) diatas.

d) Amil hanya bertugas menampung zakat, bukan menarik zakat dari para muzakki, sehingga orang-orang kaya yang enggan mengeluarkan zakatnya merasa terbebas dari kewajibannya, apalagi apabila amil memiliki rasa sungkan untuk menarik zakat dari orang-orang kaya yang berpengaruh di masyarakat, maka semakin lebarlah kesenjangan sosial dalam masyarakat.

e) Adanya beberapa kasus mengenai merosotnya moral dan tanggung jawab amil, sehingga muncul peristiwa korupsi zakat, yang mengakibatkan sasaran zakat tidak tercapai. Apabila hal ini diketahui oleh masyarakat, maka para muzakki akan enggan mengeluarkan zakatnya karena tidak ada lagi rasa percaya pada pengurus dan pengelola zakat.

Sebagai solusi perlu kiranya para pemuka agama yang dipercaya masyarakat menunjuk seorang amil yang beraqidah dan berakhlaq baik untuk mengurusi zakat, kemudian perlu juga menyediakan gaji tetap bagi amil tersebut sebagaimana gaji seseorang yang mempunyai mata pencaharian, sehingga amil tidak lagi mencari profesi lain untuk memenuhi kekurangan kebutuhan hidupnya, selain itu agar amil benar-benar konsekuen dan profesional terhadap pekerjaan dan tanggung jawabnya. Dengan demikian pengelolaan zakat akan benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Islam dan masyarakat tidak akan berfikir dua kali untuk mengeluarkan zakatnya diakibatkan rasa tidak percaya pada pengurus dan pengelolaan zakat.

6. Belum adanya lembaga yang memenuhi kriteria pengelolaan dan pendistribusian zakat, infaq, dan shodaqoh. Kewajiban ummat Islam, seperti disebut di beberapa ayat Q.S Al Baqarah, adalah membelanjakan sebagian harta dalam bentuk zakat, infaq, dan shodaqoh. Dalam bahasa Al Qur’an, strategi yang ditempuh adalah ingin mencapai golongan mustahiq yang minoritas jumlahnya menjadi golongan muzakki (kelompok menengah) yang banyak jumlahnya. Persoalannya adalah bagaimana mekanisme yang tepat.

Menurut Bunasor dalam Al Muslimun (1994), saat ini diperlukan badan amil zakat, infaq, dan shodaqoh yang mampu memanage zakat, infaq, dan shodaqoh dengan baik dan efisien. Secara terinci badan amil yang ideal harus memperhatikan SISTEM, PERSONAL, dan DUKUNGAN.

Sistem yang dimaksud disini adalah bahwa badan amil harus memiliki dua fungsi: pertama, mengumpulkan, dan kedua, mendistribusikan. Dari segi pengumpulan, perlu dibuat semacam PETA dasar dari kelompok mampu (muzakki), yang meliputi siapa (orang, kelompok), dimana (tempat tinggal), dan berapa (kekayaan yang dimiliki). Apabila menggunakan ukuran pegawai negeri (PNS), siapa bisa berarti golongan III/a ke atas. Dengan diketahui kekayaannya, maka bisa dipetakan ke depan, misalnya bisa ditarget berapa persen dana yang harus terkumpul, dan dilakukan dengan cara kolektif atau individual, yaitu door to door. Ringkasnya, diketahui dengan jelas sisi penerimaan zakat, infaq, dan shodaqoh tersebut.

Dari segi distribusi, perlu dibuat semacam PETA DISTRIBUSI si mustahiqnya, menyangkut siapa, dimana, dan berapa. Juga mengenai teknis distribusinya, misal dengan langsung pada konsumen, terutama untuk zakat fitrah atau melalui proses terlebih dahulu (dana diubah dalam bentuk lain).

Sadar bahwa apa yang harus dicapai badan amil sangat jauh dari idealismenya, maka badan amil harus berusaha mendapat dukungan dari pemerintah, dan harus mempunyai obsesi, agar suatu saat nanti, dapat dikukuhkan dengan undang-undang sebagai hukum positif yang memaksa. Dengan kata lain, untuk konteks Indonesia, badan amil bisa efektif apabila telah diberi kedudukan hukum sejajar dengan lembaga pajak. Hal ini dapat diwujudkan misalnya melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar mendesak tuntutan legislasi lembaga pengelola zakat, infaq, dan shodaqoh kepada pemerintah.

Pendistribusian zakat, infaq, dan shodaqoh

Dalam lingkaran perekonomian (economic circle) seperti yang terjadi sekarang ini, kaum muslimin nyaris hanya menjadi konsumen belaka, baik di tingkat lokal mupun internasional. Ishlah (1994) menyebutkan bahwa secara kuantitatif dapat dikatakan bahwa 40% dari hasil kekayaan negeri ini (APBN 1994/1995 saja bernilai ± Rp. 54 Trilyun) hanya dinikmati oleh 20% saja dari seluruh penduduk, dan sebagian besar dari mereka adalah non muslim. Dengan kata lain, merekalah yang menikmati nilai tambah terbesar, dengan mengeduk setiap rupiah yang ada di kantong-kantong ummat Islam.

Apabila dihubungkan dengan pertanyaan, kemana arah dana zakat, infaq, dan shodaqoh yang merupakan dasar/landasan ekonomi Islam? Maka salah satu jawabannya adalah karena pendistribusian zakat, infaq, dan shodaqoh selama ini bersifat tidak mendidik ummat. Dikatakan tidak mendidik ummat karena dana zakat, infaq, dan shodaqoh yang diberikan pada kaum dhuafa berwujud uang atau benda-benda konsumsi yang akan habis dalam sesaat.

Dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan mengangkat taraf hidup kaum dhuafa, maka sistem pendistribusian zakat, infaq, dan shodaqoh harus diubah, yaitu dengan cara memberikan kail pada mereka, bukan ikan, dengan harapan bahwa melalui kail tersebut mereka akan mampu mencari ikan sendiri. Bentuk-bentuk kail ini bias bermacam-macam, sebagaimana yang telah dilakukan oleh LAGZIS (suatu lembaga yang menangani dana zakat, infaq, dan shodaqoh). Dana zakat, infaq, dan shodaqoh yang telah dikelola dengan baik, diberikan dalam beberapa bentuk, antara lain:

1. Skill (ketrampilan)

Dalam hal ini LAGZIS merekrut orang-orang yang memiliki ketrampilan agar mengajarkan ketrampilan yang mereka miliki pada kaum dhuafa. Adapun ketrampilan-ketrampilan yang diberikan adalah yang bersifat wirausaha, yaitu: menjahit, membuat kue, membatik, menyulam, kerajinan tangan (membuat keramik, hiasan-hiasan dinding, taplak meja, sulak, keset, kaligrafi, buket-buket bunga), pertukangan, mengelas, menyablon, menjilid, foto copy, membuat bakso, dan sebagainya.

2. Alat-alat Wiraswasta

Misalnya mesin jahit, perangkat pertukangan, bengkel, las, sablon, mesin penjilidan dan foto copy, gerobak bakso, perangkat pembuat kue, alat-alat untuk membatik, dan sebagainya.

3. Modal

LAGZIS menyediakan modal pada kaum dhuafa yang berminat untuk berwirausaha. Dalam hal ini LAGZIS bekerja sama dengan BMI (Baitul Mal wat Tamwil), yaitu bank yang berdiri di atas landasan syariah, dimana dalam setiap operasinya tidak mengandung riba. Berbeda dengan bank-bank komersial yang cenderung mencari keuntungan, LAGZIS, BMI, maupun BMT merupakan produk baru ummat Islam yang didirikan ummat Islam, beroperasi dengan syariah Islam, dan bertujuan untuk mengangkat taraf hidup ummat Islam.

Dengan demikian kaum dhuafa tidak hanya bisa menerima dana zakat, infaq, dan shodaqoh saja, namun lebih dari itu, mereka mampu mengembangkannya menjadi wirausaha yang mandiri sebagai sumber mata pencaharian.

Selanjutnya dengan perencanaan yang matang, strategi dan penanganan yang profesional, serta pengembangan yang aktif, maka Insya Allah bentuk-bentuk wirausaha tersebut dapat membidik pasar eksternal (tidak hanya internal di kalangan kaum muslimin), hingga pada akhirnya wirausahawan muslim akan mampu menguasai rantai produksi ekonomi sepanjang mungkin. Ini tidak hanya menjamin stabilitas usaha, tapi juga membuat posisi tawar (bargaining position) yang lebih kuat terhadap para pesaing pasar bebas yang saat ini didominasi oleh orang-orang non muslim.

Eksistensi Zakat, Infaq, dan Shodaqoh dalam Alam Kapitalistis.

Tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi ekonomi ummat Islam saat ini sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi Barat (kapitalis) yang memegang azas liberal (kebebasan). Semua bidang-bidang ekonomi berada di bawah pengaruhnya, dengan prinsipnya yang terkenal, yaitu siapa yang kuat, dialah yang menang.

Berapapun dana zakat, infaq, dan shodaqoh yang terakumulasi dan tersalurkan kepada rakyat kecil sarta kaum dhuafa, muaranya akan tetap sama, yaitu disedot oleh praktek monopoli, selama pemerintah tidak membenahi sistem ekonomi. Dijelaskan oleh Sudewo dalam Ishlah (1995), bahwa berapapun banyaknya dana yang terkumpul dari para Muzakki, berapapun tingginya tingkat profesionalitas dan kejujuran para amilin di dalam pengelolaan zakat tersebut, dan berapapun lancarnya penyaluran dana tersebut kepada kaum dhuafa, selama sistem yang berlaku belum Islami maka tetap tidak akan dapat memperbaiki kondisi kaum dhuafa. Kaum dhuafa akan tetap hidup dalam alam yang penuh marginalitas. Mereka akan tetap berada di dalam lilitan kemelaratan yang tiada habis-habisnya, akan tetap tinggal di dalam kubangan air mata kesedihan, sebab semua modal yang didapat dari dana zakat, infaq, dan shodaqoh, tetap saja tersedot masuk ke dalam pusaran sistem pasar yang menganut prinsip Survival The Fittest, siapa yang kuat maka dialah yang meraih kemenangan. Konsekuensinya, siapa yang bermodal setengah-setengah atau pas-pasan, dapat dipastikan mereka akan gulung tikar.

Ditambahkan oleh Cecep dalam Ishlah (1995), bahwa sesungguhnya pengelolaan zakat di dalam suatu negara harus didukung oleh empat hal, yaitu:

1) Power (kekuatan), yaitu dukungan tokoh politik.

2) Public Relation (hubungan masyarakat), yaitu dukungan dari tokoh masyarakat.

3) Politics (lembaga-lembaga politis) seperti DPR atau parlemen.

4) Promotion (pemberitahuan kepada khalayak) seperti lewat media massa, dan lain-lain.

Bila keempat hal ini telah dipenuhi, maka Insya Allah pengelolaan zakat dapat mencapai hasil yang diinginkan bersama.

Salah satu kendala dari ketidakberdayaan zakat, infaq, dan shodaqoh adalah apabila harus dihadapkan pada tembok tebal sistem kapitalisme yang saat ini semakin gencar. Padahal zakat merupakan instrumen utama ummat di dalam meningkatkan taraf hidupnya. Jika sholat merupakan tiang agama, boleh dibilang zakat merupakan tiang ekonomi ummat. Meninggalkan sholat artinya meruntuhkan agama, lalai zakat berarti telah meruntuhkan ekonomi ummat. Jadi, ingkarnya muzakki, andilnya telah turut dalam proses pemiskinan ummatnya sendiri.

Sebagai tambahan, Sudewo dalam Ishlah (1995) menunjukkan bukti betapa proses pembangunan nasional yang kini telah masuk PJP II ini, sesungguhnya bukanlah mengentaskan kemiskinan, tetapi menetaskan kemiskinan, dan pembangunan real estate serta jalan layang itu lebih memiskinkan ummat dari pada membuat mereka makmur. Dengan kondisi yang terus menerus seperti ini, atau mungkin lebih parah lagi, eksistensi zakat di dalam mengentaskan kemiskinan hanyalah harapan yang semu semata. Pengentasan kemiskinan di dalam Islam harus didukung sepenuhnya oleh dua instrumen, yaitu: pertama, pengarahan dan bimbingan agama. Kedua, kepastian hukum negara. Disini diperlukan seperangkat hukum dan lembaga yang memiliki landasan yang kuat untuk memaksa ummat muslim yang mampu untuk membayarkan zakatnya.

Untuk poin pertama, mungkin perlu kerja keras. Sistem telah membuat hati sebagian besar ummat membatu, bahkan tidak peka lagi terhadap kemiskinan sesamanya. Poin yang kedua masih bisa diupayakan, namun memerlukan persiapan yang benar-benar matang dan lama. Ini mau tidak mau, akan mempengaruhi sistem yang kini sedang jaya-jayanya.

Penutup

Zakat merupakan landasan ekonomi Islam, soko guru muamalat, dan tiang perekonomian ummat, disamping itu zakat, infaq, dan shodaqoh apabila dilaksanakan sesuai dengan yang dikehendaki Islam maka pasti mampu mengentaskan kemiskinan, karena zakat, infaq, dan shodaqoh mengobati permasalahan ekonomi ummat langsung ke akarnya.

Beberapa sebab kurangnya kesadaran ummat untuk menunaikan zakat, infaq, dan shodaqoh antara lain:

1. Merosotnya aqidan dan akhlaq ummat Islam

2. Adanya anggapan bahwa zakat identik dengan pajak.

3. Pengelolaan dan pendistribusian zakat yang belum optimal.

4. Pemberian dana (zakat, infaq, dan shodaqoh) pada masyarakat masih berpola dan berakibat konsumerisme.

5. Adanya penyimpangan-penyimpangan dalam pengelolaan dan kepengurusan zakat, infaq, dan shodaqoh.

6. Kurangnya lembaga-lembaga yang menangani dana infaq dan shodaqoh.

Solusi yang bisa dilakukan untuk menghidupkan kembali kesadaran dan eksistensi zakat, infaq, dan shodaqoh antara lain:

1. Dengan cara da’wah serta tarbiyah Islamiyah kepada masyarakat, terutama individu yang memiliki kekuasaan dan kesempatan, untuk meluruskan aqidah dan akhlaq mereka terhadap arti penting zakat, infaq, maupun shodaqoh.

2. Membentuk badan amil yang mampu mengoptimalkan pendistribusian sesuai kondisi sasaran serta meluruskan pengelolaan dan kepengurusan zakat, infaq, serta shodaqoh dari penyimpangan-penyimpangan.

3. Mengeksistensikan zakat, infaq, dan shodaqoh dengan cara mencari dukungan dari kekuatan politik, tokoh masyarakat, lembaga-lembaga masyarakat, serta media massa.

4. Memberikan kepastian hukum bagi para muzakki yang enggan mengeluarkan zakatnya.

_____ Allahu A’lam bis Showab _____

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan terjemahnya, Departemen Agama Republik Indonesia

Bunasor dan Sulaiman T.A.M. dalam Al Muslimun No. 287/Tahun XXIV (40),

1994, Bangil, hal. 94-96.

Hidayat, Sudewo, Cecep, dan Al Jufri dalam Ishlah No. 37/Tahun III, 1995,

Jakarta, hal. 19-21.

Ishlah No. 16/Tahun II, 1994, Jakarta, hal. 8

Mubiyarto, Pedoman Zakat, Proyek Pembinaan Zakat dan Wakaf, 1982,

Jakarta.

Nuryufa dalam Ishlah No. 44/Tahun III, 1995, Jakarta.

Sabiq, S., Fikih Sunnah, Diterjemahkan oleh Mahyudin Masyhur, 1990, Kalam

Mulia, Jakarta.

Saktiawan, R. dalam Al Muslimun No. 302/Tahun XXVI (42) Mei 1995, Bangil,

hal 69.