Kamis, 08 Januari 2009

MEMPELAJARI ALAM SEMESTA UNTUK MEMPERKUAT AQIDAH (Analisis Materi Pendidikan Agama Islam)

A. Pendahuluan

Benda-benda, tumbuhan, hewan, dan manusia serta seluruh makhluk adalah bukti nyata tentang Ada dan Esa Nya Allah. Bukti bukti itu ada sejak awal adanya makhluk. Cara membuktikan adanya Allah bisa melalui iman dan bisa melalui akal. Keadilan Allah telah menetapkan terbukanya kesempatan dialog bagi semua akal, maka ayat-ayat Allah tentang alam juga berbicara tentang ketuhananNya yang Esa agar dipahami oleh semua akal mulai dari yang paling awam sampai yang paling ahli. Masalah makhluk hanya teratasi oleh Allah semata tanpa dapat dibantah oleh kemampuan akal manusia. Apabila ada yang berpendapat bahwa alam ini tercipta secara kebetulan, maka pendapatnya jelas salah dan tidak berdasar, karena hukum kebetulan tidak mungkin dapat menimbulkan keteraturan yang akurat dan lenggeng, sebagaimana akurat dan langgengnya hukum alam yang tidak pernah berubah atau rusak sejak jutaan tahun yang lalu.

Meteri Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi merupakan salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa yang bertujuan untuk mewujudkan sarjana yang beriman dan bertakwa pada Allah yang merupakan keluaran (output) Perguruan Tinggi (Toto Suryana, dkk, 1996).

Dalam pokok bahasannya yang pertama, materi Pendidikan Agama Islam membahas tentang manusia dan alam semesta, terutama tentang asal kejadian dan proses penciptaannya. Tinjauan- tinjauan yang diajukan dibedakan menjadi dua macam, pertama tinjauan menurut ilmu pengetahuan alam, dan yang kedua tinjauan menurut Al Qur'an. Adapun kaitan antara alam semesta dengan aqidah dalam materi Pendidikan Agama Islam, penulis berpendapat bahwa mahasiswa memerlukan uraian yang berisi bukti-bukti yang kuat tentang ayat-ayat kauniyah yang berkenaan dengan alam semesta yang didukung oleh ilmu pengetahuan sekaligus dibenarkan oleh Al Quran. Pokok bahasan ini dapat ditambahkan pada bab yang membahas manusia dan alam semesta, maupun pada bab yang berkenaan dengan aqidah.

B. Pengertian Aqidah

Toto Suryana dkk (1996) menyatakan bahwa aqidah berasal dari kata aqada artinya ikatan dua utas tali dalam satu buhul sehingga menjadi tersambung. Aqad berarti pula janji, karena janji merupakan ikatan kesepakatan antara dua orang yang mengadakan perjanjian. Aqidah menurut terminologi adalah sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya, yang membuat jiwa tenang dan menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.

Toto Suryana dkk (1996) juga berpendapat bahwa aqidah Islam di dalam Qur’an disebut iman, ia bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat, karena itu lapangan iman itu sangat luas bahkan mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang muslim yang disebut amal saleh, karena itu iman didefinisikan sebagai berikut : "Mengucapkan dengan lisan, membenarkan dengan hati dan melaksanakan dengan segala anggota badan (perbuatan)".

Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy dalam Yunahar (2001), aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (axioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, dan fithrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu. Setiap manusia memiliki fithrah mengakui kebenaran, indra untuk mencari kebenaran, akal untuk menguji kebenaran dan memerlukan wahyu untuk menjadi pedoman menentukan mana yang benar dan mana yang tidak.

C. Memperkuat Aqidah melalui Ayat-ayat Kauniyah

Ahmad Tafsir (1999) menyatakan bahwa inti beragama adalah sikap. Di dalam Islam, sikap beragama itu intinya adalah iman. Jadi, yang dimaksud dengan beragama pada intinya ialah beriman. Jika yang menjadi tujuan materi pendidikan agama Islam adalah bagaimana cara mengajarkan agama Islam, maka inti pembicaraannya adalah bagaimana menjadikan anak didik menjadi orang yang beriman. Jadi inti pendidikan agama Islam adalah penanaman iman.

Menurut Yunahar (2001), ada pendapat yang menyamakan istilah iman dengan aqidah, dan ada yang membedakannya. Bagi yang membedakan, aqidah adalah bagian dalam (aspek hati), sebab iman menyangkut aspek dalam dan aspek luar. Aspek dalamnya berupa keyakinan dan aspek luar berupa pengakuan lisan dan pembuktian dengan amal.

Dengan mempelajari alam semesta melalui ayat-ayat kauniyah, akan menambah keyakinan seseorang bahwa hanya Allah, dzat yang Maha Pencipta, tidak ada satupun yang sanggup mencipta alam semesta ini kecuali Allah. Sumber-sumber keyakinan yang berasal dari ayat-ayat kauniyah seperti ini perlu ditambahkan dalam materi pendidikan agama Islam di Perguruan Tinggi, sehingga mahasiswa tidak hanya belajar teori saja mengenai aqidah, melainkan juga mampu mengembangkan daya pikir/nalarnya melalui bukti-bukti kebesaran Allah di dalam alam semesta.

Yunahar (2001) menambahkan bahwa untuk membuktikan adanya Allah lewat merenungkan alam semesta, termasuk diri manusia itu sendiri, dapat dipakai beberapa qanun (teori, hukum) antara lain:

1. Qanun al-'Illah

'Illah artinya sebab. Segala sesuatu ada sebabnya. Setiap ada perubahan tentu ada yang menjadi sebab terjadinya perubahan itu. Begitu juga sesuatu yang ada tentu ada yang mengadakannya. Sesuatu menurut akal mustahil ada dengan sendirinya. Siapakah yang mengadakan alam semesta ini?

2. Qanun al-Wujub

Wujub artinya wajib. Wujub segala sesuatu tidak bisa terlepas dari salah satu kemungkinan: wajib, mustahil, atau mungkin. Tentang alam semesta, wajib diyakini bahwa ada yang menciptakannya, mustahil ada dengan sendirinya.

3. Qanun al-Huduts

Huduts artinya baru. Alam semesta seluruhnya adalah sesuatu yang hadits (baru, ada awalnya), bukan sesuatu yang qadim (tidak berawal). Kalau hadits, tentu ada yang mengadakannya, dan yang mengadakan itu tentulah bukan yang bersifat hadits, haruslah yang bersifat qadim.

4. Qanun an-Nizham

Nizham artinya aturan, teratur. Alam semesta dengan seluruh isinya seperti matahari, bulan, bintang dan planet-planet lainnya termasuk bumi dengan segala isinya adalah segala sesuatu yang "sangat teratur". Sesuatu yang teratur tentu ada yang mengatumya, mustahil menurut akal semuanya itu teratur dengan sendirinya secara kebetulan.

Sejalan dengan beberapa qanun diatas, Sa'id Hawwa dala bukunya "Allah Jalla Jala-luhu (1989) mengemukakan "Teori Fenomenologis" yang mencakup sembilan fenomena untuk membuktikan Allah ada dan berkuasa. Fenomena-fenomena itu adalah: fenomena terjadinya alam, fenomena kehendak, fenomena kehidupan, fenomena pengabulan do'a, fenomena hidayah, fenomena kreasi, fenomena hikmah, fenomena inayah, dan fenomena kesatuan. Mengingat terbatasnya ruang, penulis tidak meringkas teori fenomenologis Sa'id Hawwa diatas, lebih afdhal kalau pembaca langsung merujuk sumbernya.

Ditambahkan oleh Yunahar (2001) bahwa ayat-ayat qauliyah mengisyaratkan kepada ummat manusia untuk mencari ilmu dari alam semesta (ayat-ayat kauniyah), oleh sebab itu manusia harus berusaha membacanya, mempelajari, menyelidiki, dan merenungkannya, untuk kemudian mengambil kesimpulan- kesimpulan dalam rangka memperkuat aqidah dan keimanannya.

Adapun ayat-ayat kauniyah tersebut antara lain:

1. Keajaiban penciptaan langit dan bumi sebagai bukti wujud Allah

Mutawalli (1989) mengatakan bahwa apabila dengan memandang langit banyak hal yang bisa dilihat disana, namun yang tidak dapat dilihat lebih banyak lagi. Firman Allah SWT:

"Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan (langit itu masih merupakan asap), lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: 'Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab: 'kami datang dengan suka hati". (QS Fushilat: 11)

Ketika ayat ini beserta tafsirnya disampaikan dan dibaca oleh Prof. Yosyida Kozai, direktur observatorium Tokyo, dia ingin mengakhiri pembahasan masalah ini dengan berkata bahwa hanya pada waktu akhir-akhir ini saja ilmu pengetahuan bisa mengungkapkan bahwa langit itu berasal dari asap. Fenomena ini sekarang sudah dapat dilihat dan disaksikan karena sudah ada roket dan satelit yang diluncurkan ke ruang angkasa untuk mengambil gambar sebuah bintang di langit yang sedang dalam proses pembentukan. Di tengah-tengahnya terdapat asap yang menjadi bagian bersinar dari bintang tersebut. Sekitar bintang itu diliputi asap dan di sekeliling asap ada batasan merah sebagai indikator bahwa temperatur di daerah itu sangat tinggi. Dia berkata lagi bahwa belum lama ini dan hanya beberapa tahun yang lalu manusia masih menduga bahwa langit itu berasal dari kabut tebal. Akan tetapi dengan semakin tingginya teknologi dan majunya perkembangan ilmu akhirnya diketahui bahwa langit berasal dari asap dan bukan dari kabut, sebab sifat kabut adalah dingin dan beku sedangkan asap bersifat panas dan mobil (cenderung bergerak) sesuai dengan sifat langit. Dia sangat tertegun ketika tahu bahwa hakekat itu juga diungkapkan dalam Al-Qur'an.

Baiquni (1996) menambahkan bahwa apabila ingin membandingkan konsepsi fisika tentang penciptaan alam itu dengan ajaran Al-Qur'an, kita dapat memeriksa apa yang dinyatakan dalam ayat 30 Surat Al-Anbiya :

Yang artinya: "Dan tidakkah orang-orang kafir itu mengetahui bahwa langit (ruang alam) dan bumi (materi alam) itu dahulu sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan keduanya itu".

Keterpaduan ruang dan materi seperti dinyatakan di dalam ayat itu hanya dapat dipahami jika keduanya berada di satu titik singularitas fisis yang merupakan volume yang berisi materi. Sedangkan pemisahan mereka terjadi dalam suatu ledakan dahsyat atau dentuman besar yang melontarkan materi ke seluruh penjuru ruang alam yang berkembang dengan sangat cepat sehingga tercipta universum yang berekspansi.

Selanjutnya, mengenai ekspansi alam semesta ini, yang menaburkan materi paling tidak sebanyak 100 milyar galaksi yang masing-masing berisi rata-rata 100 milyar bintang itu, Al- Qur'an menyatakan dalam ayat 47 Surat Adz-Dzariyat :

Yang artinya: "Dan langit (ruang alam) itu Kami bangun dengan kekuatan dan Kami lah sesungguhnya yang meluaskannya ".

Harun Yahya (2001) menambahkan, di alam semesta, miliaran bintang dan galaksi yang tak terhitung jumlahnya bergerak dalam orbit yang terpisah. Meskipun demikian, semuanya berada dalam keserasian. Di seluruh alam semesta, besarnya kecepatan benda-benda langit ini sangat sulit dipahami bila dibandingkan dengan standar bumi. Dengan ukuran raksasa yang hanya mampu digambarkan dalam angka saja oleh ahli matematika, bintang dan planet yang bermassa miliaran atau triliunan ton, galaksi, dan gugus galaksi bergerak di ruang angkasa dengan kecepatan yang sangat tinggi.

Misalnya bumi berotasi pada sumbunya dengan kecepatan rata-rata 1.670 km/jam, dengan mengingat bahwa peluru tercepat memiliki kecepatan rata-rata 1.800 km/jam, jelas bahwa bumi bergerak sangat cepat meskipun ukurannya sangat besar. Adapun tata surya beredar mengitari pusat galaksi dengan kecepatan 720.000 km/jam. Kecepatan Bima Sakti sendiri, yang terdiri atas 200 miliar bintang, adalah 950.000 km/jam di ruang angkasa.

Kecepatan yang luar biasa ini menunjukkan bahwa hidup kita berada di ujung tanduk. Namun temyata sistem alam ini dan segala sesuatu yang berada di dalamnya, tidak dibiarkan "sendiri", dan sistem ini bekerja sesuai dengan keseimbangan yang telah ditentukan Allah.

2. Fenomena tentang Laut

Menurut Mutawalli (1989), gambar-gambar yang diambil dengan kamera canggih menunjukkan bahwa kondisi lautan dunia tidak seluruhnya sama dan serupa. Padanya ada perbedaan-perbedaan dalam hal suhu, kadar garam, konsentrasi, dan kadar oksigen. Ada yang berwama biru tua, ada yang hitam, dan ada pula yang kuning. Perbedaan wama itu disebabkan oleh adanya perbedaan suhu antara satu lautan dengan yang lainnya. Dan dengan pengambilan gambar khusus untuk mengukur suhu melalui satelit dan pesawat ruang angkasa terlihatlah garis putih tinggi yang memisahkan antara satu lautan dengan lautan lainnya. Firman Allah SWT:

"Dia (Allah) membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing". (QS. Ar-Rahman 19-20).

Teknologi modern telah mampu mengambil gambar sekat (pemisah) antara laut yang satu dengan laut lainnya. Apabila ada air suatu lautan akan memasuki lautan lainnya, air tersebut harus melalui jalur pemisah terlebih dahulu. Selain itu lautan yang satu tidak dapat leluasa menguasai lautan lainnya, dan juga tidak dapat mengubah atau merusak kondisinya.

Fenomena-fenomena tentang kelautan ini baru diperoleh setelah dilakukan penelitian jangka panjang dengan mendirikan ratusan stasiun observasi dan pengambilan gambar melalui satelit. Ilmuwan yang pertama mengungkapkan fenomena ini adalah Prof. Shreider, seorang oceanolog terkemuka dari Jerman Barat. Dialah yang pernah berkata: "Tercapainya ilmu pengetahuan berarti kemunduran peran agama". Ketika mendengar arti dan uraian ayat-ayat Al-Qur'an yang berkenaan dengan bidang keahliannya itu, dia tertegun lalu berkata: "ini pasti bukan ucapan manusia".

3. Fenomena tentang Gunung

Mutawalli (1989) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan modern menemukan bahwa gunung-gunung mempunyai akar yang menghunjam (dalam) ke tanah. Pada periode sebelumnya, fenomena ini tidak dikenal orang, dan pada peta-peta ilmu bumi pun tidak terlukis adanya akar-akar gunung yang menghunjam ke dalam tanah. Tetapi gambar yang diambil akhir-akhir ini menunjukkan adanya pasak-pasak gunung yang disebut akar, yang menghunjam jauh ke perut bumi. Dengan demikian tepatlah keajaiban firman Allah:

"Bukankah Kami telah jadikan bumi itu sebagai hamparan? Dan Gunung-gunung sebagai pasak". (QS. An-Naba'6-7)

Harun Yahya (2001) menambahkan bahwa informasi yang diperoleh melalui penelitian geologi tentang gunung sangatlah sesuai dengan ayat Al-Qur'an. Salah satu sifat gunung yang paling signifikan adalah kemunculannya pada titik pertemuan lempengan-lempengan bumi, yang saling menekan saat saling mendekat, dan gunung ini "mengikat" lempengan-lempengan tersebut. Dengan sifat tersebut, pegunungan dapat disamakan seperti paku yang menyatukan kayu. Selain itu, tekanan pegunungan pada kerak bumi ternyata mencegah pengaruh aktivitas magma di pusat bumi agar tidak mencapai permukaan bumi, sehingga mencegah magma menghancurkan kerak bumi.

4. Fenomena tentang Hujan

Harun Yahya (2002) menyatakan bahwa tahapan pembentukan hujan baru dapat dipelajari setelah radar cuaca ditemukan. Menurut radar, pembentukan hujan terjadi dalam tiga tahap. Pertama, pembentukan angin; kedua, pembentukan awan; ketiga, turunnya hujan. Yang tercantum di dalam ayat Al-Qur'an tentang pembentukan hujan sangatlah sesuai dengan penemuan ini:


Allah, Dialah yang mengirim angin (tahap pertama), lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal (tahap kedua); lalu kamI lihat hujan keluar dari celah-celahnya (tahap ketiga), maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira (QS. Ar- Ruum : 48)

TAHAP PERTAMA: "Dialah (Allah) yang mengirim angin......". Sejumlah besar gelembung udara terbentuk karena buih di lautan secara terus-menerus pecah dan menyebabkan partikel air disemburkan ke langit. Partikel yang kaya garam ini kemudian di bawa angin dan naik ke atmosfer. Partikel-partikel ini, yang disebut aerosol, berfungsi sebagai penangkap air. Inilah yang akan membentuk titik-titik awan dengan mengumpulkan uap air di sekitamya, yang kemudian naik dari lautan sebagai tetesan kecil.

TAHAP KEDUA: "...menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya dan menjadikannya bergumpal-gumpal....."

Awan terbentuk dari uap air yang mengembun di sekitar kristal garam atau partikel debu di udara. Karena tetesan air di awan sangat kecil (0,01 s/d 0,02 mm), awan menggantung di udara dan menyebar di langit, sehingga langit tertutup oleh awan.

TAHAP KETIGA:".....lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya."

Partikel air yang mengelilingi kristal garam dan partikel debu akan bertambah tebal dan membentuk tetesan hujan, sehingga tetesan hujan akan menjadi lebih berat daripada udara, dan mulai jatuh ke bumi sebagai hujan.

Seperti telah diketahui, hujan berasal dari penguapan air dan merupakan penguapan air laut yang asin. Namun air hujan adalah tawar karena adanya hukum fisika yang telah ditetapkan oleh Allah



" Dan Kami jadikan padanya gunung-gunung yang tinggi, dan Kami beri minum kamu dengan air yang tawar" (QS. Al Mursalat:27).

Berdasarkan hukum ini, dari manapun asalnya penguapan air, hujan yang jatuh ke tanah selalu dalam keadaan murni dan bersih, sesuai dengan ketentuan Allah.


Dia lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan kami turunkan dari langit air yang Amat bersih. (QS Al Furqaan:48)

Selain itu, hujan merupakan penyubur tanah yang sangat penting. Garam-garam mineral yang berasal dari penguapan air dan turun bersama hujan merupakan contoh pupuk konvensional (kalsium, magnesium, kalium, dan lain-lain) yang digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Sementara itu, logam berat, yang terdapat dalam tipe aerosol, adalah unsur-unsur lain yang meningkatkan kesuburan pada masa perkembangan dan produksi tanaman.


"Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam. " (QS. Qaaf: 9).

Dengan cara seperti ini, 150 juta ton pupuk jatuh ke permukaan bumi setiap tahunnya. Setelah seratus tahun lebih, tanah tandus dapat menjadi subur dan kaya akan unsur esensial untuk tanaman, hanya dari pupuk yang jatuh bersama hujan. Hutan pun berkembang dan diberi "makan" dengan bantuan aerosol dari laut tersebut. Andaikan tidak ada pupuk alami seperti ini di bumi ini hanya akan terdapat sedikit tumbuhan, dan keseimbangan ekologi akan terganggu.

Menurut Harun Yahya (2002), dalam ayat kesebelas surat Az-Zukhruf, hujan didefinisikan sebagai air yang dikirimkan "menurut kadar". Sudah tentu, hujan turun ke bumi dalam takaran yang tepat. Takaran pertama yang berhubungan dengan hujan adalah kecepatan turunnya. Benda yang berat dan ukurannya sama dengan air hujan, bila dijatuhkan dari ketinggian 1.200 meter, akan mengalami percepatan terus menerus dan jatuh ke bumi dengan kecepatan 558 km/jam. Akan tetapi rata-rata kecepatan jatuhnya air hujan hanyalah 8-10 km/jam. Ini disebabkan titik-titik hujan memiliki bentuk khusus yang meningkatkan efek gesekan atmosfer. Andaikan atmosfer tidak memiliki sifat gesekan, bumi akan menghadapi kehancuran setiap turun hujan.

Ketinggian minimum awan hujan adalah 1.200 meter. Efek yang ditimbulkan oleh satu tetes air hujan yang jatuh dari ketinggian tersebut sama dengan benda seberat 1 kg yang jatuh dari ketinggian 15 cm. Awan hujan pun dapat ditemui pada ketinggian 10.000 meter. Pada kasus ini, satu tetes air yang jatuh akan memiliki efek yang sama dengan benda seberat 1 kg yang jatuh dari ketinggian 110 cm. Dalam satu detik, kira-kira 16 juta ton air menguap dari bumi. Jumlah ini sama dengan jumlah air yang turun ke bumi dalam satu detik. Dalam satu tahun, diperkirakan jumlah ini akan mencapai 505X1012 ton. Air terus berputar dalam daur yang seimbang berdasarkan "takaran".

D. Kesimpulan

Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi merupakan salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa yang bertujuan untuk mewujudkan sarjana yang beriman dan bertaqwa pada Allah. Untuk memperkuat iman dan aqidah, salah satunya adalah dengan mempelajari ayat-ayat kauniyah yang terdapat dalam alam semesta yang telah dibuktikan melalui ilmu pengetahuan oleh para ilmuwan serta dibenarkan oleh Al-Qur'an. Oleh karena itu materi mengenai alam semesta perlu ditambahkan di dalam materi Pendidikan Agama Islam, sehingga mahasiswa tidak hanya belajar teori saja mengenai aqidah, melainkan juga mampu mengembangkan daya pikir/nalarnya melalui bukti-bukti kebesaran Allah di dalam alam semesta.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Baiquni 1996. Al-Qur'an Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa.

Ahmad Tafsir. 1999. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, Jakarta, 1990.

Harun Yahya. 2002. Menyinghap Rahasia Alam Semesta. Bandung: Dzikra.

M. Mutawalli Asy-Sya'ra. 1989. Bukti-Bukti adanya Allah. Jakarta: Gema Insani Press.

Toto Suryana, dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Bandung Tiga: Mutiara.

Yunahar Ilyas. 2001. Kuliah Aqidah Islam. Yogyakarta: LPPI Universitas Muhammadiyah.

Tidak ada komentar: